Putus Hubungan Koalisi, PKS Semakin Populer
dakwatuna.com – Akhirnya tanda tanya besar mengenai nasib Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pasca penolakannya atas kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) terjawab sudah. Pertemuan para pimpinan anggota partai koalisi minus PKS dilaksanakan pada hari Selasa (3/4/2012) pukul 22.30 membahas soal kontrak koalisi dan code of conduct. Pertemuan ini dihadiri oleh Ketum PD Anas Urbaningrum, Ketum Golkar Aburizal Bakrie, Ketum PAN Hatta Rajasa, Ketum PPP Suryadharma Ali, Ketum PKB Muhaimin Iskandar, dan Sekretaris Setgab yang juga politisi PD Syarief Hasan. Setelah pertemuan, melalui Sekretaris Setgab yang juga politisi PD Syarief Hasan, diketahui bahwa koalisi dengan PKS sudah berakhir. Ini suatu realita politik yang sangat dramatis. Walau informasi ini bukan keluar dari mulut SBY tapi pernyataan Syarief Hasan mengindikasikan didepaknya PKS dari koalisi akibat keputusan PKS menolak kenaikan BBM.Pro Kontra Rencana Kenaikan BBM
Rencana menaikkan BBM bisa jadi merupakan desakan Bank Dunia. Manajer Pembangunan Berkelanjutan Bank Dunia untuk Indonesia, Franz R Drees-Gross, mengatakan, jika pemerintah terus mensubsidi bahan bakar besar-besaran, Indonesia kehilangan kesempatan membangun di sektor lain. Franz menyarankan dana subsidi digunakan untuk membangun infrastruktur listrik di Indonesia yang masih jauh tertinggal. Kenaikan harga minyak mentah dunia dari US$90 per barel menjadi US$115 per barel termasuk alasan pemerintah menaikkan BBM. Penikmat subsidi hanya mereka yang bermobil dan tidak menyentuh rakyat miskin termasuk yang menjadi alasan pemerintah menaikkan BBM
Pengamat ekonomi Ichsanudin Noorsy berpendapat, sedikitnya empat solusi yang bisa dilakukan pemerintah untuk tidak menaikkan harga BBM. Di antaranya melakukan realokasi anggaran negara, menaikkan pajak kendaraan bermotor, mengoptimalisasi lifting minyak, memperbaiki transaksi pembelian minyak, dan menghentikan PRAKTEK KORUPSI. Sekretaris Fraksi PDIP, Bambang Wuryanto mengatakan APBN tidak akan jebol jika harga minyak mentah naik karena APBN-P 2012 ditetapkan Rp137 triliun. Subsidi yang diberikan menurut Politisi PDIP, Daryatmo Mardiyanto sudah tepat sasaran karena dari total premium yang dikonsumsi oleh rumah tangga, 64 persennya dikonsumsi oleh sepeda motor, sedangkan yang untuk mobil hanya 36 persen. Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera, Anis Matta, mengatakan, jika pemerintah menaikkan harga BBM lalu membuat kompensasi untuk rakyat miskin, itu artinya hanya pindah kantong kanan ke kantong kiri. Dia mengatakan lebih bagus tidak menaikkan dan tidak perlu ada kompensasi.
PKS Termakan Skenario Golkar?
Sebagian besar rakyat menolak kenaikan BBM, hal ini ditandai dengan maraknya demo anti kenaikan BBM dari Sabang sampai Merauke. Yang sangat berbahaya adalah efek domino kenaikan BBM. Barang-barang yang secara tidak langsung berhubungan dengan BBM akan naik. Jika harga seluruh kebutuhan pokok naik, tentunya tidak ada artinya bantuan langsung tunai (BLT). Penolakan sebagian besar masyarakat ini awalnya disuarakan juga oleh Golkar. Namun ternyata sampai sidang paripurna di antara anggota koalisi hanya PKS yang menolak kenaikan BBM.
Hal ini perlu menjadi perhatian, apakah ini bukan skenario Golkar mengingat sebelumnya para politisi Golkar semangat menyuarakan penolakan kenaikan BBM. Jangan-jangan PKS termakan scenario Golkar menolak kenaikan BBM. Karena pada akhirnya Golkar memilih opsi kedua, yaitu, pasal 7 ayat 6 tak berubah ditambah ayat 6 a yang berbunyi dalam hal harga minyak mentah rata-rata Indonesia dalam kurun waktu berjalan yaitu 6 bulan mengalami kenaikan atau penurunan lebih dari 15 persen, maka pemerintah diberikan kewenangan untuk melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi dan kebijakan pendukungnya. Mengapa Golkar tidak konsisten menolak kenaikan BBM sampai voting dan meninggalkan PKS sebagai anggota koalisi? Atau ini merupakan strateginya karena kita ketahui Golkar adalah partai yang sangat piawai dalam berpolitik. Jika ini benar maka Golkarlah pemenangnya.
Namun jika pilihan ini murni karena kedewasaan cara berfikir PKS maka bukanlah suatu hal yang akan merugikan jika PKS dikeluarkan dari koalisi dan menterinya dipecat. Pertanyaannya apakah SBY berani melakukan reshuffle Kabinet dalam waktu dekat? Dan melakukan pertemuan serupa dengan anggota partai koalisi yang tinggal 5 partai membahas reshuffle ini?
Sebagai pemerintahan yang menganut sistem presidensil, seharusnya pertemuan itu tidak perlu ada. Presiden tidak perlu meminta pendapat pimpinan anggota koalisi untuk mempertimbangkan sesuatu. Karena koalisi hanya ada di sistem parlementer. Lambatnya keputusan SBY akibat penolakan PKS terhadap kenaikan harga BBM menunjukkan SBY tersandera dengan politik koalisi yang dibangunnya.
Kepercayaan Publik Pada PKS akan Meningkat
Tiga menteri PKS, Menteri Pertanian Suswono, Menkominfo Tifatul Sembiring dan Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri termasuk menteri yang memiliki kinerja baik. Mengakhiri hubungan dengan PKS dan memberhentikan ketiga menterinya adalah kerugian terbesar bagi SBY. Masyarakat akan menilai PKS sebagai partai yang terzhalimi. Biasanya partai yang terzhalimi akan mendapat simpati dari masyarakat. PKS akan lebih populer karena dianggap sebagai partai yang membela kepentingan rakyat, tidak pragmatis, dan partai anak muda yang berani menyuarakan kebenaran. Hal ini akan meningkatkan citra dan kepercayaan publik kepada PKS. Ini kesempatan bagi PKS untuk membangun image dan meningkatkan pertumbuhan pemilihnya menjelang 2014.
Apakah SBY akan segera membuka suara atas sikap PKS ini? Kita tunggu saja. Yang pasti wakil rakyat itu seharusnya berpihak pada rakyat, menyuarakan kepentingan rakyat apapun resiko politiknya. Partai politik juga seharusnya konsisten memperjuangkan kecerdasan untuk rakyat, jangan hanya berpihak kepada rakyat sebelum kampanye saja…
Sumber: dakwatuna
No comments:
Post a Comment